LOA di sebuah RUMAH MAKAN PADANG
Di sini saya akan memakai tokoh Pak Amir. Seorang lelaki biasa saja yang pada suatu hari merasa lapar dan ingin makan.
Maka Pak Amir pun pergi ke sebuah Rumah Makan Padang untuk membeli makanan.
Tetapi rupanya ada satu masalah. Ketika dia sampai di depan konter, dia tidak tahu pasti apa yang ingin dimakannya.
Hampir semua jenis makanan ada di situ, dan semua tampak begitu menggiurkan, Pak Amir tidak tahu harus memilih yang mana,
karena jelas dengan kapasitas lambung yang terbatas, dia tidak akan bisa memakan terlalu banyak pilihan makanan.
Dia harus memilih. Dan dia harus memilih dengan cepat, si pelayan sudah menunggu, begitu juga beberapa orang yang sedang
antri di belakangnya untuk memesan.
"Mau makan apa, Pak?" tanya si pelayan menyadarkannya dari lamunan.
Tergagap-gagap karena belum tahu hendak memilih apa, Pak Amir menjawab, "Apa aja deh, pokoknya yang enak."
Si pelayan bengong, "Tapi semua di sini dijamin enak Pak. Bapak sebenarnya mau makan apa?"
"Saya bingung, nih, mau makan apa. Terserah mbak, deh. Pokoknya saya mau makan, karena saya sudah lapar banget
nih. Cepet ya."
Si pelayan yang tidak habis pikir dengan keeksentrikan pelanggan barunya ini dengan cepat mengambilkan sepiring nasi
dan sepotong tempe serta sesendok sambal lalu menyerahkannya ke Pak Amir.
Kemudian dengan cepat pula dia mempersilahkan Pak Amir minggir karena pelanggan di belakangnya yang sudah menunggu
harus segera ganti dilayani.
Pak Amir duduk dengan sebal. Dia lapar, tetapi kebetulan dia tidak terlalu suka sambal atau tempe. Dan si pelayan
hanya mengambilkan dua macam lauk itu saja untuknya. Menyebalkan sekali, pikir Pak Amir. Tetapi dia sadar bahwa itu
salahnya sendiri karena dia tadi toh bilang "Terserah Mbak aja deh."
Maka kemudian dia berdiri lagi untuk mengantri, saat ini dia sudah memutuskan untuk memilih sendiri menunya, agar
pas dengan seleranya.
Akhirnya, gilirannya tiba lagi.
Si pelayan lagi-lagi bertanya, "Ya Pak, mau makan apa?"
"Eh ... kayaknya rendang daging, tetelan dan jerohan itu enak banget ya, mbak. Saya mau itu, tapi saya
gak ingin tambah berat badan atau naik kolesterol, nih, gimana dong."
Lagi-lagi si mbaknya bengong.
"Jadinya, Bapak mau makan yang mana?"
"Saya ingin rendang daging, tetelan dan jerohan itu. Tapi saya tidak mau kolesterol saya naik, ya.
Bisa gak?"
"Wah, Pak, saya sih cuma ngambilin makanan di sini. Saya gak ngerti soal itu. Bapak sebenarnya
mau makan apa, sih?"
"Ya, udah deh, kasih saya rendang itu, lengkap. Gemuk, gemuk deh, kolesterol naik, bodo' deh.
Biarin aja lah," omel Pak Amir pada diri sendiri sambil memutuskan.
Setelah menerima makanannya, Pak Amir duduk untuk mulai makan.
Tetapi dia merasa sangat bersalah dengan apa yang telah dipilihnya sendiri.
Dia tahu dia tidak seharusnya memakan makanan jenis seperti ini demi kesehatannya sendiri.
Jadi setelah beberapa suap, dia berdiri lagi dan kembali mengantri ke depan konter.
Kali ini dia sudah memutuskan untuk meminta makanan yang lebih sehat dan bersahabat dengan badannya yang sudah separoh baya.
"Mbak, saya mau ganti pesanan deh. Saya mau makan gado-gado saja, ada? Itu jauh lebih sehat daripada rendang,"
ucapnya dengan yakin kepada si pelayan begitu mendapat giliran.
"Baik, pak. Ada. Tetapi, Bapak harus menunggu sebentar ya, karena menu gado-gado itu menu special, hanya dibikinkan
berdasar permintaan supaya selalu segar (Ya, iyalah, ini juga kan Warung Padang, gitchu, masa' pesan gado-gado, ada-ada
aja Pak Amir ini). Jadi silahkan duduk dan mohon tunggu sebentar, ya," kata si pelayan.
Pak Amir membayar, lalu duduk, menunggu pesanan sepesialnya. Tidak lama kemudian dia menjadi tidak sabaran, karena
setiap kali ada pengantar makanan keluar dari dapur, yang mereka bawa bukan pesanannya, tetapi pesanan orang lain.
Dia mulai berpikir jangan-jangan dia tertipu, sebenarnya mereka tidak punya menu gado-gado.
Dia juga mulai kesal karena rasa lapar yang mengganggunya, "Mereka tidak tahu apa aku sudah sangat lapar sekali?".
Beberapa menit berlalu, dan gado-gadonya belum muncul juga. Maka kekesalannya pun naik ke kepala.
Dengan garang dia mendatangi konter dan menggebrak meja di sana dengan marahnya.
"Mana pesanan saya. Saya itu sudah lapar. Saya mau makan gado-gado sekarang. Mana, mana makanan saya? Sebenarnya
kalian ini becus kerja apa gak? Atau, jangan jangan kalian mau menipu saya, gak jualan gado-gado aja bilangnya ada?"
Begitu omel-nya panjang lebarnya.
Si pelayan dengan tenang menjawab, "Bapak bilang ingin makan, tapi dari lagak bapak, kayaknya bapak ingin cari gara-gara,"
katanya sambil berteriak memanggil dua orang satpam rumah makan tersebut yang bertubuh kekar.
Mereka kemudian mengusir paksa Pak Amir dengan ancaman akan dipanggilkan polisi kalau terus membuat keributan.
Maka Pak Amir pun terusir dari warung itu dengan perut masih keroncongan.
Rencananya untuk makan siang dengan enak dan tenang tidak tercapai.
Tetapi dia belajar banyak hal dari pengalamannya itu dan tahu harus bagaimana lain kali.
Maka, keesokan harinya, kembalilah dia ke rumah makan tadi. Kali ini, dengan tenang dia mengantri, dengan yakin dia
menyebutkan pilihannya, membayar, lalu duduk dengan sabar menunggu pesanannya diantarkan.
Ketika menunggu itu Pak Amir melihat bahwa ternyata banyak juga pengunjung lain yang sedang memakan gado-gado, sama
seperti pilihannya.
Ini membuat dia yakin bahwa benar gado-gado istimewa yang sehat yang telah dipesannya tadi akan bisa dia dapatkan.
Dia menunggu sambil membayangkan betapa nikmatnya makan makanan yang benar-benar diinginkannya dan yang dia tahu
baik untuk kesehatannya, sehingga tanpa terasa waktu berlalu, dan tiba-tiba seorang pelayan telah muncul di depannya
dengan makanan yang telah dinanti-nantikannya. Makanan lezat penuh sayuran hijau yang tidak bakal menyumbat arterinya.
Maka makanlah Pak Amir dengan bahagia.
Tamat. Fin. The end.
"And, the moral of the story is ...
0 komentar:
Posting Komentar